KISAH ABU NAWAS
Suatu hari Abu Nawas kedatangan tiga orang tamu utusan
baginda Raja Harun Ar Rasyid.
“Kami diutus oleh baginda Raja untuk berak di tempat tidurmu. Karena ini perintah Raja kamu tidak boleh menolak,” kata salah seorang mereka.
“Saya sama sekali tidak keberatan. Silahkan saja kalau kalian mampu melaksanakan perintah Raja,” jawab Abu Nawas enteng.
“Betul?” tanya utusan Raja.
“Iya, silahkan saja!” sahut Abu Nawas.
Abu Nawas mengawasi orang – orang itu beranjak ke tempat tidurnya dengan geram. Berak di tempat tidur? Betul – betul kurang ajar, kelewat batas!
Pada saat mereka hendak bersiap – siap berak, mendadak Abu Nawas berkata,
“Hai, maaf. Ada yang lupa saya sampaikan kepada kalian.”
“Apa itu?”
“Saya ingatkan supaya kalian jangan melebihi perintah baginda Raja. Jika kalian melanggar, saya pukul tengkuk kalian dengan pentungan, setelah itu baru saya laporkan kepada Baginda bahwa kalian melanggar perintahnya.” Jawab Abu Nawas dengan serius. Bahkan kini Abu Nawas sudah mengambil pentungan kayu besar.
“He, apa maksudmu Abu Nawas?”
“Ingat!” kata Abu Nawas tegas.”Perintah Baginda hanya berak di tempat tidur saja.”
“Itu betul!”
“Hanya berak tok! Jadi kalian tidak boleh kencing! Tidak boleh lepas celana! Tidak boleh cebok! Hanya berak saja!” kata Abu Nawas lagi.
“Wah! Itu tidak mungkin! Kami pasti kencing juga!”
“Aku pukul tengkuk kalian sekeras – kerasnya!”
“Lho?”
“Iya sebab kalian melanggar perintah Baginda!”
Mereka saling pandang dengan cengar – cengir.
“Kalau begitu kami tak sanggup mengerjakan perintah Baginda.”
“Itu bukan urusan saya.” kata Abu Nawas.
“Abu Nawas!” tiba – tiba terdengar suara Jakfar dari luar pintu rumah. Abu Nawas segera keluar rumah untuk menemui orang kepercayaan Baginda Harun Al Rasyid. Diikuti tiga utusan Baginda yang hendak berak.
” Aku sudah mendengar perdebatan kalian. Baginda memang memerintahkan berak di tempat tidurmu. Jika tiga orang itu sanggup mereka masing – masing akan dapat hadiah seribu dirham. Jika gagal maka mereka boleh kau pukul sesuka hatimu.” kata Jakfar.
“Oh, begitu! Lalu hadiah dari Baginda untukku berupa apa?”
“Sekarang juga kau boleh menghadap Baginda untuk menerima tiga ribu dirham.”
“Haaa…..! Seru Abu Nawas dengan riang sembari mengambil pentungan. Lalu tiga orang utusan yang mau berak tadi dipentungi pantatnya.
“Buk…!Buk…!Buuuuk…!”
“Ampun Abu Nawas!”
“Mau berak di tempat tidurku hah?”
“Tidak! Ampuuuuuuun…!” tiga orang itu lari terbirit – birit. Jakfar dan Abu Nawas tertawa terpingkal – pingkal.
“Abu Nawas, Baginda yakin kau dapat mengatasi masalah ini. Beliau memang menginginkan kehadiranmu di istana untuk menghibur hatinya yang gundah.”
“Kami diutus oleh baginda Raja untuk berak di tempat tidurmu. Karena ini perintah Raja kamu tidak boleh menolak,” kata salah seorang mereka.
“Saya sama sekali tidak keberatan. Silahkan saja kalau kalian mampu melaksanakan perintah Raja,” jawab Abu Nawas enteng.
“Betul?” tanya utusan Raja.
“Iya, silahkan saja!” sahut Abu Nawas.
Abu Nawas mengawasi orang – orang itu beranjak ke tempat tidurnya dengan geram. Berak di tempat tidur? Betul – betul kurang ajar, kelewat batas!
Pada saat mereka hendak bersiap – siap berak, mendadak Abu Nawas berkata,
“Hai, maaf. Ada yang lupa saya sampaikan kepada kalian.”
“Apa itu?”
“Saya ingatkan supaya kalian jangan melebihi perintah baginda Raja. Jika kalian melanggar, saya pukul tengkuk kalian dengan pentungan, setelah itu baru saya laporkan kepada Baginda bahwa kalian melanggar perintahnya.” Jawab Abu Nawas dengan serius. Bahkan kini Abu Nawas sudah mengambil pentungan kayu besar.
“He, apa maksudmu Abu Nawas?”
“Ingat!” kata Abu Nawas tegas.”Perintah Baginda hanya berak di tempat tidur saja.”
“Itu betul!”
“Hanya berak tok! Jadi kalian tidak boleh kencing! Tidak boleh lepas celana! Tidak boleh cebok! Hanya berak saja!” kata Abu Nawas lagi.
“Wah! Itu tidak mungkin! Kami pasti kencing juga!”
“Aku pukul tengkuk kalian sekeras – kerasnya!”
“Lho?”
“Iya sebab kalian melanggar perintah Baginda!”
Mereka saling pandang dengan cengar – cengir.
“Kalau begitu kami tak sanggup mengerjakan perintah Baginda.”
“Itu bukan urusan saya.” kata Abu Nawas.
“Abu Nawas!” tiba – tiba terdengar suara Jakfar dari luar pintu rumah. Abu Nawas segera keluar rumah untuk menemui orang kepercayaan Baginda Harun Al Rasyid. Diikuti tiga utusan Baginda yang hendak berak.
” Aku sudah mendengar perdebatan kalian. Baginda memang memerintahkan berak di tempat tidurmu. Jika tiga orang itu sanggup mereka masing – masing akan dapat hadiah seribu dirham. Jika gagal maka mereka boleh kau pukul sesuka hatimu.” kata Jakfar.
“Oh, begitu! Lalu hadiah dari Baginda untukku berupa apa?”
“Sekarang juga kau boleh menghadap Baginda untuk menerima tiga ribu dirham.”
“Haaa…..! Seru Abu Nawas dengan riang sembari mengambil pentungan. Lalu tiga orang utusan yang mau berak tadi dipentungi pantatnya.
“Buk…!Buk…!Buuuuk…!”
“Ampun Abu Nawas!”
“Mau berak di tempat tidurku hah?”
“Tidak! Ampuuuuuuun…!” tiga orang itu lari terbirit – birit. Jakfar dan Abu Nawas tertawa terpingkal – pingkal.
“Abu Nawas, Baginda yakin kau dapat mengatasi masalah ini. Beliau memang menginginkan kehadiranmu di istana untuk menghibur hatinya yang gundah.”